A Latar Belakang Masalah Nasionalisme berasal dari kata nation (Inggris) dan Natie (Belanda), yang berarti bangsa. Bangsa adalah sekelompok masyarakat yang mendiami wilayah tertentu dan memiliki hasrat serta kemampuan untuk bersatu, karena
Beliaudiasingkan ke Sumedang hingga akhir hayatnya. 4. Cut Nyak Meutia. Cut Nyak Meutia lahir di Keureutoe, Pirak, Aceh utara pada tahun 1870. Sama seperti Cut Nyak Dhien, beliau juga sangat aktif dalam gerakan perlawanan terhadap serbuan kolonial Belanda yang serakah akan wilayah kekuasaan. Cut Meutia wafat pada tanggal 24 Oktober 1910 di Aceh.
Sejakabad ke 17 hingga 18, banyak perlawanan bersenjata dari rakyat karena praktik penindasan Belanda. Di Maluku, praktik penindasan Belanda berlangsung selama 200 tahun. Selama waktu tersebut rakyat memproduksi cengkeh dan pala untuk pasar dunia. Meskipun bisa dikategorikan sebagai produsen rempah yang utama, namun nyatanya rakyat
StrategiPerlawanan Bangsa Indonesia Terhadap Penjajahan Bangsa Portugis Petunjuk a.Amati dan bacalah LKPD ini dengan cermat dan teliti b.Diskusikan dengan teman sekelompokmu tentang perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan Portugis (latar belakang, proses, dan akhir perlawanan) yang terbagi menjadi beberapa kelompok:
Sejarah Perlawanan Rakyat Banten Terhadap Belanda (VOC)" merupakan salah satu perang fenomenal yang akan kita bahas pada kesempatan kali ini, sub tema meliputi latar belakang, tujuan, jalannya perlawanan, strategi, tokoh, akhir, dampak positif dan negatif.Sedikit pendahuluan, Banten adalah sebuah Provinsi yang lokasinya paling barat di Pulau Jawa.
LatarBelakang Perlawanan Nama asli Pangeran Diponegoro adalah Raden Mas Ontowiryo, putra Sultan Hamengku Buwono III. Karena pengaruh Belanda sudah sedemikian besarnya di istana maka Diponegoro lebih senang tinggal di rumah buyutnya di desa Tegalrejo.
Perangdimulai. Setelah banyak protes, kelompok terakhir yang menamakan dirinya “Gerakan Aling” mulai beroperasi dengan membakar wilayah pertambangan batu bara di Belanda. Alhasil, pemukiman Belanda di sekitar tambang pun ikut terbakar. Ini membuat Belanda geram, tapi Sultan Tamjidillah tidak mengambil tindakan.
Namun dalam berbagai referensi disebutkan berdasarkan penelitian intelejen, Komisaris Besar Jusuf menjadi salah satu tokoh yang terlibat dalam penyerangan APRA ke Bandung. Sama dengan Perdana Menteri Pasundan, Komisaris ditangkap beberapa bulan sesudah peristiwa APRA. 5. R.A.A Male Wiranatakusumah.
. Bentuk Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Jepang Sejarah Kelas 11 Penasaran nggak sih, bagaimana bentuk perlawanan rakyat Indonesia terhadap Jepang? Yuk, simak penjelasan lengkapnya di artikel berikut! — Sudah tahu kan proses dan latar belakang pendudukan Jepang di Indonesia? Keberhasilan Jepang menguasai beberapa wilayah Indonesia, merupakan akibat dari propaganda-propaganda yang dilakukan oleh Jepang terhadap bangsa Indonesia, tujuannya adalah menarik simpati sehingga rakyat tidak melakukan perlawanan. Banyak masyarakat yang menderita saat wilayahnya dikuasai oleh Jepang. Hal ini dikarenakan, mereka dipaksa untuk membuat parit, jalan, lapangan terbang, dan juga dipaksa oleh Jepang untuk menjadi Romusha . Kalian tahu nggak apa itu romusha? Romusha adalah sebutan untuk orang-orang yang dipekerjakan sebagai buruh secara paksa oleh Jepang ketika menduduki Republic of indonesia. R akyat Republic of indonesia yang dijadikan Romusha oleh Jepang. Southumber Tapi apakah masyarakat kita diam saja? Tentu saja tidak. Bangsa kita kemudian mencoba untuk membuat berbagai siasat untuk melakukan perlawanan terhadap Jepang. Masyarakat kita saat itu tidak dijadikan sebagai Romusha. Nah, mulailah bangsa kita dengan strateginya melalui organisasi-organisasi yang dibentuk oleh Jepang, dan juga melalui gerakan-gerakan bawah tanah. Bentuk perlawanan rakyat Indonesia yang berbeda dilakukan oleh bangsa kita, akan tetapi tujuan dan cita-cita perjuangan mereka tetaplah sama, mencapai kemerdekaan Indonesia. Beberapa wilayah yang dikuasai oleh Jepang dan mendapat perlawanan dari rakyat Indonesia diantaranya 1. Perlawanan di Aceh Aceh menjadi salah satu wilayah yang dikuasai Jepang. Masyarakat Aceh diperlakukan dengan sewenang-wenang dan mengalami penderitaan yang cukup lama karena banyak rakyat Aceh yang dikerahkan untuk Romusha. Akibat hal itu, pada 10 November 1942 terjadi penyerangan terhadap Jepang di Cot Plieng, penyerangan tersebut dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil yang merupakan seorang guru mengaji di Cot Plieng. Sebanyak dua kali Jepang berusaha menaklukan wilayah Cot Plieng, dua-duanya pun berhasil digagalkan oleh rakyat Aceh dengan serangannya, dan berhasil memukul mundur Jepang ke daerah Lhokseumawe. Kemudian pada serangan ketiga, Jepang berhasil merebut Cot Plieng, dan Tengku Abdul Jalil harus gugur di tempat saat sedang beribadah. Eits , istirahat dulu bacanya sebentar ya. Punya PR susah dan bingung harus tanya kemana? Gampang, kamu bisa langsung kirim foto soal dan dapatkan jawabannya di Roboguru ! two. Perlawanan di Singaparna Tasikmalaya Singaparna, Tasikmalaya, menjadi salah satu wilayah yang berhasil di duduki oleh Jepang. Pada masa itu, rakyat Singaparna dipaksa untuk mengikuti upacara Seikerei. Upacara Seikerei merupakan upacara penghormatan kepada kaisar Jepang dengan cara membungkuk kearah matahari terbit. Dengan cara seperti ini, masyarakat Singaparna merasa sangat dipermalukan dan dilecehkan. Selain itu, mereka juga merasa menderita karena diperlakukan secara sewenang-wenang dan kasar oleh Jepang. Akibatnya, pada bulan Februari 1944, rakyat Singaparna melakukan perlawanan terhadap Jepang. Pasukan perlawanan dipimpin oleh Kiai Zainal Mustofa. Akan tetapi Jepang berhasil menangkap Kiai Zainal Mustofa pada tanggal 25 Februari 1944, dan pada tanggal 25 Oktober 1944, Kiai Zainal harus menghentikan perjuangannya setelah beliau dihukum mati. One Zainal Mustofa Sumber 3. Perlawanan di Indramayu Indramayu mendapatkan perlakuan yang sama oleh Jepang, masyarakat Indramayu dipaksa menjadi romusha, bekerja di bawah tekanan dan diperlakukan secara sewenang-wenang. Oleh karena itu, masyarakat Indramayu juga melakukan perlawanan terhadap Jepang. Pemberontakan tersebut terjadi di Desa Kaplongan pada bulan April 1944. Selanjutnya beberapa bulan kemudian, tepatnya tanggal 30 Juli 1944 terjadi pemberontakan di Desa Cidempet, Kecamatan Loh Bener. iv. Perlawanan di Blitar Pemberontakan PETA Perlawanan juga terjadi di Blitar. Pada tanggal 14 Februari 1945 terjadi pemberontakan yang dilakukan para tentara PETA Pembela Tanah Air di bawah pimpinan Supriyadi. Pemberontakan ini merupakan pemberontakan terbesar pada masa pendudukan Jepang. Baca Juga Sejarah Pemberontakan Republik Maluku Selatan Selain di keempat wilayah tersebut, perlawanan juga terjadi di beberapa wilayah lain di Indonesia lho! Sekarang kalian tahu kan bagaimana bentuk-bentuk perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia terhadap Jepang? Sebagai generasi penerus bangsa, kita harus tahu dan paham tentang sejarah bangsa kita sendiri. Kalian bisa belajar sejarah melalui video belajar di ruangbelajar. Dengan begitu, kalian bisa tahu seperti apa perjuangan bangsa kita ini sampai ahirnya merdeka dan berdaulat. Sumber referensi Sardiman AM, Lestariningsih Advertisement. 2017 Sejarah Republic of indonesia. Jakarta Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud. Sumber foto Foto Romusha’ [Daring]. Tautan Foto Mustofa’ [Daring]. Tautan Artikel terakhir diperbarui pada 26 Oktober 2021 Tertarik dengan isu pendidikan, literasi media, dan budaya. Suka jalan-jalan ke tempat baru, fotografi, dan menulis.
Jawban Rakyat Aceh Tengku Abdul Djalil Jepang membuat peraturan-peraturan yang menimbulkan kesewenang-wenangan Jepang itu sendiri. Tengku Abdul Dajalil beserta rakyat Aceh melakukan perlawanan bersenjata terhadap Jepang. Tengku Abdul Djalil ditangkap dan ditembak Singaparna, Jawa Barat Zaenal Mustofa Menentang seikerei yaitu menghormati Kaisar Jepang. Meletusnya perlawanan terhadap Jepang yang dipimpin oleh Zaaenal Mustofa Zaenal Mustofa dan pengikutnya ditangkap dan dihukum mati. Indramayu, Jawa Barat H. Madrian Pengutan padi yang terlalu tinggi oleh Jepang. Rakyat Lohbener dan Sindang di Indramayu memberontak terhadap Jepang. Perlawanan yang dipimpin dapat dipadamkan oleh Jepang. PETA di Jawa Timur Supriyadi Kesewenang-wenangan Jepang kepada rakyat. Perlawanan ini dipimpin Supriyadi, seorang Shodanco Komandan pleton. Peta tanggal 14 Februari 1945 Tertangkapnya para pejuang PETA, kemudian diadili di mahkamah militer di Jakarta dan dihukum
Nama perlawanan Perlawanan rakyat MalukuLatar belakang perlawanan Belanda melaksanakan monopoli perdagangan Gelisah akan kekejaman belanda Pelayaran hongi, tindakan perusakan tanaman rempah2, pembunuhan dan penculikanProses Sewaktu maluku dibawah kekuasaan inggris, maluku merasa tidak begitu tertekan, namun setelah belanda mengambil alih kekuasaan inggris rakyat maluku merasa gelisah dan berusaha melakukan perlawanan kepada pihak belanda. Adanya kekhawatiran-kekhawatiran itu,rakyat maluku bangkit kembali melawan Belanda,perlawanan tersebut terjadi di Saparua yang dipimpin oleh Thomas Matulessy atau yang lebih dikenal dengan nama Pattimura dan Pemimpin-pemimpin lainnya, yaitu Fhilip Latumahina, Anthony Ribok, Said Printah, Cristina Martha Tiahahu, dll . Belanda segera mengirimkan pasukanya, tetapi dapat dipukul mundur oleh pasukan pattimura,bala bantuan tentara Belanda juga terus berdatangan tetapi masih sulit untuk mendesak pattimura sehingga Belanda berjanji akan memberi 1000 golden bagi yang dapat menangkap pattimura dan 500 golden bagi pemimpin sayembara itu diabaikan oleh rakyat Maluku. Akhir perlawananSetelah Bala bantuan tentara belanda dari Batavia Jakarta datang,pasukan maluku dan pemimpin lain berhasil ditangkap dan pada tanggal 16 Desember 1817 menjalani hukuman gantung di Alun-alun Demikian perlawanan pun padam .byRozzinsemoga membantu......
- Pada tahun 1781, terjadi sebuah perlawanan dari Sultan Nuku, sultan dari Kesultanan Tidore terhadap Belanda. Alasan Sultan Nuku melakukan perlawanan terhadap Belanda karena ia merasa tidak senang dengan intervensi yang dilakukan oleh VOC Kongsi Dagang Hindia Belanda dalam mengangkat calon penerus Kerajaan Tidore. Sejak saat itu, Nuku terus melancarkan perlawanan terhadap Belanda hingga akhir menghargai jasa-jasanya, Sultan Nuku dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada 7 Agustus 1995. Baca juga Nuku Muhammad Amiruddin Masa Muda, Perjuangan, dan Pertempuran Latar belakang Terjadinya Perjuangan Nuku diawali dengan peristiwa penangkapan Sultan Jamaluddin, pemimpin Kesultanan Tidore pada 1779 silam. Pasalnya, pada masa itu, Belanda ingin membentuk kerja sama dan mendirikan kantor dagang di Tidore, tetapi tidak diperbolehkan. Akibatnya, Sultan Jamaluddin pun ditangkap dan diasingkan oleh Belanda ke Batavia Jakarta. Dengan diasingkannya Sultan Jamaluddin ke Batavia, maka Kerajaan Tidore membutuhkan seorang pemimpin baru. Berdasarkan dari tradisi Kerajaan Tidore, pengangkatan raja baru sudah seharusnya berdasarkan dari silsilah. Maka dari itu, yang berhak menggantikan posisi Sultan Jamaluddin adalah putranya, Nuku. Akan tetapi, Belanda ternyata tidak setuju Nuku diangkat sebagai pemimpin Kerajaan Tidore. Belanda kemudian mengangkat Sultan Kamaluddin, adik Nuku, sebagai pewaris takhta Kerajaan Tidore. Intervensi yang dilakukan VOC dalam penggantian Sultan Tidore pun membuat Sultan Nuku geram. Alhasil, Sultan Nuku memutuskan untuk berjuang melawan Belanda. Baca juga Mengapa Nuku Melancarkan Perlawanan terhadap Belanda? Jalannya perlawanan Nuku dinobatkan sebagai Sultan Tidore pada 13 April melakukan perlawanan, Nuku mengumpulkan kekuatan guna melawan kompeni Belanda. Ia mulai membangun kora-kora di daerah sekitar Pulau Seram dan Irian Jaya. Lebih lanjut, Nuku juga mendirikan basis pertahanan di Seram Timur pada 1781. Enam tahun berselang, tahun 1787, Belanda menyerbu Seram Timur untuk menjatuhkan Sultan Nuku dan pasukannya. Walaupun basis pertahanan Nuku di Seram Timur berhasil direbut oleh Belanda, Nuku lolos dan mengalihkan basis pertahanannya ke Pulau Gorong. Di Pulau Gorong inilah Nuku menyusun strategi perlawanan baru guna merebut takhta dan mengusir Belanda dari Tidore. Salah satu strategi yang dilakukan Nuku adalah dengan bekerja sama dengan orang-orang Inggris, di mana ia menghasut mereka agar bersedia mengusir orang-orang Belanda. Pasukan Nuku pun semakin menguat setelah mendapat perlengkapan perang dari Inggris. Karena banyak mengalami kekalahan, VOC mengajukan tawaran berunding dengan Nuku, tetapi ditolak. Kemudian, pada 1796, pasukan Nuku berhasil merebut dan menguasai Pulau Banda. Setahun setelahnya, tahun 1797, Nuku telah kembali menguasai Tidore, yang kemudian membuat Sultan Kamaluddin melarikan diri ke Ternate. Nuku kemudian dinobatkan sebagai sultan oleh rakyat Tidore dengan gelar Sri Paduka Maha Tuan Sultan Saidul Jehad el Ma'bus Amiruddin Syah Kaicil Paparangan. Baca juga Sejarah Berdirinya Kerajaan Tidore Akhir perlawanan Meskipun sudah berhasil merebut kembali Tidore, Sultan Nuku tetap mengerahkan kekuatannya terhadap Belanda di Ternate. Pada akhirnya, tahun 1801, Ternate berhasil dibebaskan dari cengkraman Belanda. Sultan Nuku kemudian meninggal dunia pada 1805, pada usia 67 tahun. Untuk menghargai jasa-jasanya, Sultan Nuku dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI No. 071/TK/1995, pada 7 Agustus 1995. Referensi Komandoko, Gamal. 2010. Ensiklopedia Pelajar dan Umum. Yogyakarta Penerbit Pustaka Widyatama. Aningtyas, Riza Dwi. 2011. Ensiklopedia Pahlawan Indonesia dari Masa ke Masa. Jakarta Grasindo. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Sejarah Perlawanan Trunojoyo Pemberontakan Trunajaya atau Perang Trunajaya, juga dieja Pemberontakan Trunojoyo adalah pemberontakan yang dilakukan oleh bangsawan Madura, Raden Trunajaya dan sekutunya pasukan dari Makassar terhadap Kesultanan Mataram yang dibantu oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda VOC di Jawa pada dekade 1670-an, dan berakhir dengan kemenangan Mataram dan VOC. Perang ini berawal dengan kemenangan pihak pemberontak pasukan Trunajaya mengalahkan pasukan kerajaan di Gegodog 1676, lalu berhasil menduduki hampir seluruh pantai utara Jawa dan merebut keraton Mataram di Keraton Plered 1677. Raja Amangkurat I meninggal ketika melarikan diri dari keraton. Ia digantikan oleh anaknya, Amangkurat II yang meminta bantuan kepada VOC dan menjanjikan pembayaran dalam bentuk uang dan wilayah. Keterlibatan VOC berhasil membalikkan situasi. Pasukan VOC dan Mataram merebut kembali daerah Mataram yang diduduki, dan merebut ibu kota Trunajaya di Kediri 1678. Pemberontakan terus berlangsung hingga Trunajaya ditangkap VOC pada akhir 1679, dan juga kekalahan, kematian atau menyerahnya pemimpin pemberontakan lain 1679–1680. Trunajaya menjadi tawanan VOC, tetapi dibunuh oleh Amangkurat II saat kunjungan raja pada 1680. Selain Trunajaya dan sekutunya, Amangkurat II juga menghadapi upaya-upaya lain untuk merebut takhta Mataram pasca kematian ayahnya. Rival paling serius adalah adiknya, Pangeran Puger kelak Pakubuwana I yang merebut Keraton Plered setelah ditinggalkan pasukan Trunajaya pada 1677 dan baru menyerah pada 1681. Latar Belakang Perlawanan Trunojoyo Amangkurat I naik takhta Mataram pada 1646, menggantikan Sultan Agung, yang telah memperluas wilayah Mataram hingga mencakup sebagian besar Jawa Tengah dan Timur, serta beberapa vasal seberang lautan di Sumatera bagian selatan dan Kalimantan. Tahun-tahun awal pemerintahan Amangkurat ditandai dengan eksekusi dan pembantaian terhadap musuh-musuh politiknya. Menanggapi usaha kudeta yang gagal dari saudaranya Pangeran Alit, dia memerintahkan pembantaian terhadap ulama yang dia percaya terlibat dalam pemberontakan Alit. Alit sendiri terbunuh dalam kudeta yang gagal itu. Pada tahun 1659 Amangkurat mencurigai Pangeran Pekik, ayah mertuanya dan putra Adipati Surabaya yang ditaklukkan yang tinggal di keraton Mataram setelah kekalahan Surabaya, yang memimpin sebuah persekongkolan mengancam hidupnya. Dia memerintahkan untuk membunuh Pekik dan para kerabatnya. Pembantaian wangsa kebangsawaan Jawa Timur yang paling penting ini menciptakan keretakan antara Amangkurat dan para kawula Jawa Timur dan menyebabkan konflik dengan putranya, putra mahkota kelak Amangkurat II, yang juga merupakan cucu Pekik. Selama beberapa tahun berikutnya, Amangkurat melakukan sejumlah pembunuhan lainnya terhadap anggota bangsawan yang telah kehilangan kepercayaannya. Raden Trunajaya juga dieja Trunojoyo adalah keturunan penguasa Madura, yang dipaksa tinggal di keraton Mataram setelah kekalahan dan pencaplokan oleh Mataram pada 1624. Setelah ayahnya dieksekusi oleh Amangkurat I pada 1656, dia meninggalkan keraton, pindah ke Kajoran, dan menikahi putri dari Raden Kajoran, kepala dari keluarga yang berkuasa di sana. Keluarga Kajoran adalah keluarga ulama kuno dan terikat pernikahan dengan keluarga kerajaan. Raden Kajoran khawatir dengan kebrutalan pemerintahan Amangkurat I, termasuk eksekusi para bangsawan di keraton. Pada 1670, Kajoran memperkenalkan menantunya, Trunajaya kepada pangeran mahkota, yang baru saja diusir oleh raja karena skandal, dan keduanya menempa persahabatan yang meliputi ketidaksukaan bersama terhadap Amangkurat. Pada 1671 Trunajaya kembali ke Madura, di mana dia memanfaatkan dukungan pangeran mahkota untuk mengalahkan gubernur setempat dan menjadi penguasa Madura. Makassar adalah pusat perdagangan utama di sebelah timur Jawa. Setelah kemenangan VOC tahun 1669 atas Kesultanan Gowa dalam Perang Makassar, sekelompok prajurit Makassar meninggalkan Makassar untuk mencari peruntungan di tempat lain. Awalnya, mereka menetap di wilayah Kesultanan Banten, tetapi pada 1674 mereka diusir, dan beralih ke pembajakan, merompak kota-kota pesisir di Jawa dan Nusa Tenggara. Putra mahkota Mataram kemudian mengizinkan mereka menetap di Demung, sebuah desa di Tapal Kuda, Jawa Timur. Pada 1675 sekelompok pejuang dan perompak Makassar tambahan tiba di Demung yang dipimpin oleh Karaeng Galesong. Para pejuang pengembara Makassar ini kelak bergabung dalam pemberontakan tersebut sebagai sekutu Trunajaya. Pihak yang Terlibat dalam Perlawanan Trunojoyo Karena tidak memiliki tentara tetap, sebagian besar pasukan Mataram ditarik dari tentara yang dibangun oleh para vasal raja, yang juga menyediakan senjata dan perbekalan. Mayoritas prajurit tersebut adalah para petani yang diwajibkan oleh penguasa setempat Jawa sikep dalem. Selain itu, tentara tersebut termasuk sejumlah kecil prajurit profesional yang ditarik dari para penjaga istana. Tentara ini menggunakan meriam, senjata api kecil termasuk senapan sundut Jawa senapan, dari Belanda snaphaens dan karabin, kavaleri, dan benteng. Sejarawan M. C. Ricklefs mengatakan pengalihan teknologi militer Eropa kepada orang Jawa “cukup mendesak”, dengan bubuk mesiu dan senjata buatan Jawa setidaknya pada 1620. Orang-orang Eropa dipekerjakan untuk melatih pasukan tentara Jawa dalam penanganan senjata, keterampilan kepemimpinan militer, dan teknik konstruksi. Namun, terlepas dari pelatihan ini, para petani wajib militer dari tentara Jawa sering kali kurang disiplin dan melarikan diri selama pertempuran. Pasukan Mataram berjumlah “jauh lebih besar” daripada pemberontak berjumlah di Gegodog pada September 1676, jatuh menjadi hanya “rombongan kecil” setelah jatuhnya ibu kota pada Juni 1677,[19] dan meningkat menjadi lebih dari saat bergerak menuju ibu kota Trunajaya di Kediri pada akhir 1678. VOC memiliki tentara profesionalnya sendiri.[15] Setiap prajurit VOC memiliki pedang, senjata ringan, peluru, membawa kantong dan sabuk, bom asap, dan granat. Mayoritas prajurit tetap VOC adalah orang Indonesia, dengan sejumlah kecil prajurit dan marinir orang Eropa, semuanya berada di bawah komando perwira Eropa. Sementara dalam pengertian teknologi, pasukan VOC tidak lebih unggul dari rekan-rekan pribumi mereka, mereka umumnya memiliki pelatihan, disiplin, dan peralatan yang lebih baik daripada tentara pribumi Indonesia. Pasukan VOC juga berbeda dalam hal logistik pasukannya bergerak selangkah demi selangkah diikuti oleh karavan panjang gerobak yang membawa perbekalan.[16] Ini memberi mereka keuntungan atas pasukan Jawa, yang sering bertahan hidup dengan mengumpulkan atau mencuri makanan saat bepergian melalui pedesaan dan sering menghadapi kekurangan pasokan. Pasukan VOC berjumlah pada 1676, tetapi kemudian ditambah oleh sekutu Bugis di bawah kepimpinan Arung Palakka. Rombongan pertama dari orang Bugis tiba di Jawa pada akhir 1678,[5] dan per tahun 1679 terdapat prajurit Bugis di Jawa. Sama dengan perang lainnya, tentara Trunajaya dan sekutunya juga menggunakan meriam, kavaleri, dan benteng. Ketika VOC merebut Surabaya dari Trunajaya pada bulan Mei 1677, Trunajaya melarikan diri dengan dua puluh meriam perunggunya, dan meninggalkan 69 meriam besi dan 34 meriam perunggu. Pasukan Trunajaya terdiri dari orang Jawa, Madura, dan Makassar. Ketika para pemberontak menyerbu Jawa pada 1676, mereka berjumlah dan terdiri dari para pengikut Trunajaya dan para pejuang Makassar. Kemudian, pemberontakan tersebut diikuti oleh para bangsawan Jawa dan Madura lainnya. Khususnya, penguasa Giri, salah satu penguasa spiritual Islam yang paling menonjol di Jawa, bergabung pada awal 1676. Ayah mertua Trunajaya, Raden Kajoran, kepala dari keluarga Kajoran yang berpengaruh, bergabung setelah kemenangan Trunajaya di Gegodog pada September 1676, dan paman Trunajaya, Pangeran Sampang kelak Cakraningrat II bergabung setelah jatuhnya ibu kota Mataram pada Juni 1677. Perjanjian Jepara Ia minta bantuan VOC untuk menundukkan Trunajaya, sebelum bantuan diberikan dibuatlah perjanjian yang dikenal sebagai perjanjian Jepara “September 1677”. Perjanjian itu berisi bahwa daerah-daerah pesisir utara Jawa mulai Kerawang sampai ujung timur digadaikan pada VOC sebagai jaminan pembayaran biaya perang Trunajaya. Akhir Perlawanan Trunojoyo Akhirnya Trunojoyo dapat dikepung dan menyerah di lereng Gunung Kelud pada tanggal 27 Desember 1679 kepada Kapitan Jonker. Trunojoyo kemudian diserahkan kepada Amangkurat II yang berada di Payak, Bantul. Pada 2 Januari 1680 Amangkurat II menghukum mati Trunojoyo, sejak itulah Mataram di bawah kekuasaan VOC. Dengan padamnya pemberontakan Trunojoyo, Amangkurat II memindah karton plered yang sudah ambruk ke Kartasura. Mataram berhutang biaya peperangan yang sedemikian besarnya kepada VOC sehingga akhirnya kota-kota pelabuhan di pesisir utara Jawa diserahkan sebagai bayarannya kepada VOC. Cakraningrat II juga diangkat kembali oleh VOC sebagai penguasa di Madura dan sejak itu VOC pun terlibat dalam penentuan suksesi dan kekuasaan di Madura. Demikianlah pembahasan mengenai Perlawanan Trunojoyo Sejarah, Latar Belakang, Pihak, Perjanjian dan Akhir semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan anda semua, terima kasih banyak atas kunjungannya. Baca Juga “Perang Tondano” Sejarah & Penyebab – Latar Belakang Pengertian, Tujuan, Dan Hak Istimewa VOC Beserta Faktor Penyebab Runtuhnya VOC Lengkap Kerajaan Mataram Kuno Sejarah, Raja, Dan Peninggalan, Beserta Kehidupan Politiknya Secara Lengkap Kerajaan Mataram Islam Sejarah, Raja, Dan Peninggalan, Beserta Kehidupan Politiknya Secara Lengkap Mungkin Dibawah Ini yang Kamu Cari
- Perang Aceh adalah pertempuran antara Kesultanan Aceh melawan Belanda yang berlangsung antara 1873-1904. Pertempuran ini merupakan bagian dari serangkaian konflik yang timbul karena ambisi Belanda untuk menguasai nusantara. Di antara perlawanan-perlawanan besar yang terjadi di Indonesia sepanjang abad ke-19, Perang Aceh termasuk yang paling berat dan terlama bagi Kesultanan Aceh telah menyerah pada 1904 dan kekuatannya banyak berkurang, perlawanan dari rakyat terus berlanjut hingga 1914. Penyebab terjadinya Perang Aceh Perang Aceh terjadi karena keinginan Belanda untuk menguasai Aceh, yang kedudukannya semakin penting baik dari segi strategi perang maupun jalur perdagangan sejak Terusan Suez dibuka pada 17 Maret 1824, Inggris dan Belanda menyepakati tentang pembagian wilayah jajahan di Indonesia dan Semenanjung Malaya yang dikenal dengan Traktat Sumatera. Salah satu sebab terjadinya Perang Aceh yaitu adanya politik ekspansi Belanda karena Traktat Sumatera yang isinya menyebutkan bahwa Inggris memberikan izin kepada Belanda menguasai Sumatera. Dalam kesepakatan disebutkan bahwa Belanda tidak dapat mengganggu kemerdekaan tetapi, pada praktiknya Belanda tetap berusaha melancarkan serangan terhadap daerah Aceh yang jauh dari ibu kota. Sultan Aceh pun semakin waspada dan bersiap untuk menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Kekhawatiran Aceh semakin meningkat saat Inggris dan Belanda menandatangani Traktat Sumatera pada 1871.
- Setelah Belanda menerima penyerahan dari Inggris pada 1816, kesejahteraan rakyat Maluku langsung menurun. Rakyat pun mulai melakukan perlawanan, yang meluas ke berbagai daerah di Maluku, seperti di Ambon, Seram, dan Hitu, dengan pusat perlawanan berada di Saparua. Oleh karena itu, disebut sebagai Perang Saparua, yang dipimpin oleh Thomas Matulessy atau Kapitan Saparua termasuk salah satu pergolakan terbesar yang pernah dihadapi Belanda selama menjajah Indonesia. Lantas, mengapa terjadi Perang Saparua di Ambon? Penyebab Perang Saparua Perang Saparua dilatarbelakangi oleh banyak faktor, sebagai berikut. Semakin diperketatnya kebijakan monopoli perdagangan, Pelayaran Hongi, dan kerja paksa, sehingga rakyat semakin menderita. Pemerintah kolonial berencana menghapus sekolah-sekolah desa dan memberhentikan guru untuk menghemat anggaran. Rakyat dipaksa menyediakan garam, ikan asin, dan kopi bagi kapal-kapal perang Belanda yang berlabuh di Ambon. Adanya paksaan bagi para pemuda untuk menjadi serdadu Belanda di luar Maluku. Adanya permasalahan dalam peredaran uang kertas yang semakin mempersulit kehidupan rakyat. Adanya sikap arogan dan sewenang-wenang dari Residen Saparua, Van den Berg. Baca juga Biografi Kapitan Pattimura, Pahlawan dari Maluku Tokoh Perang Saparua Akibat tindakan sewenang-wenang yang dilakukan Belanda, rakyat Maluku semakin terdorong untuk melancarkan perlawanan. Para tokoh dan pemuda Maluku kemudian mengadakan serangkaian pertemuan rahasia. Misalnya pertemuan di Pulau Haruku dan di Pulau Saparua pada 14 Mei 1817. Dalam pertemuan tersebut, mereka sepakat untuk melawan dan Pattimura dipercaya sebagai pemimpin perlawanan. Selain itu, terdapat tokoh-tokoh lain yang berjasa besar dalam Perang Saparua, yaitu Anthonie Rhebok, Thomas Pattiwael, Lucas Latumahina, Said Perintah, Ulupaha, dan Christina Martha Tiahahu.